Selasa, 16 November 2021

DHARMAGITA BESERTA JENIS DAN DAMPAKNYA



Dharmagita adalah suatu lagu atau nyanyian suci yang secara khusus dilagukan atau dinyanyikan pada saat upacara keagamaan Hindu, dan untuk mengiringi upacara ritual atau yadnya. Istilah Dharmagita berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kataDharma yang artinya kebenaran, agama atau keagamaan, dan  Gita  yang artinya nyanyian atau lagu.

Tradisi menyanyikan kidung-kidung suci merupakan tradisi yang sangat kuno. Kita mengenal adanya kitab Sama Weda yang merupakan salah satu dari kitab Catur Weda. Kitab Sama Weda ini berisi lagu pujian atau pujaan untuk dinyanyikan dalam pelaksanaan upacara yadnya. Dalam berbagai kegiatan keagamaan, penggunaan Dharmagita sangatlah dibutuhkan karena irama lagunya memiliki berbagai jenis variasi yang sangat membantu untuk menciptakan suasana hening atau khidmat yang dipancari oleh getaran kesucian sesuai dengan jenis yadnya yang dilaksanakan.

Saat ini Dharmagita sudah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Bahkan pemerintah melalui Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), secara rutin menyelenggarakan Utsawa Dharmagita, yaitu suatu ajang perlombaan untuk menjalin hubungan cinta kasih sesama umat di seluruh tanah air. Adapun yang biasa digelar dalam Utsawa Dharmagita adalah membaca Sloka, Palawakya, dan tembang-tembang kerohanian, serta hal-hal lain sebagai ciri budaya daerah masing-masing yang dijiwai oleh agama Hindu.

Jenis-Jenis Dharmagita

Sekar Rare         

Biasanya Sekar Rare dalam lirik atau baitnya mengandung pesan-pesan  moral, budi pekerti, cerita-cerita tentang tingkah laku atau kesusilaan dan pengetahuan.

Contoh: 

Bebeke putih jambul makeber ngaje kanginan
Teked kaja kangin, ditu ya tuwun mekelang
Briyak-briyuk msileman (2x)
Artinya: 
Itik putih kepala jambul terbang ke arah timur laut
Sampai di timur laut, di sana turun semua
Bersama-sama mandi dan menyelam
Maknanya:
a. Bebeke putih jambul adalah lambang orang-orang berjiwa suci.
b. Makeber ngaja kanginan, terbang menuju surga (kaja kangin) diyakini 
    sebagai ulon atau munculnya sang surya (ingat puja/mantram sulinggih 
    dalam upacara pitra yadnya.
c. Briyak-briyuk massileman artinya bersama-sama merasakan dan menikmati 
     kebahagiaan.
d. Itik adalah contoh kehidupan yang perlu ditiru, tidak pernah bertengkar dan 
    penuh kasih sayang.

Sekar Alit

Sekar Alit sering disebut juga geguritan, pupuh atau tembang. Isinya mengandung pengetahuan, kesusilaan, kerohanian, ataupun yang bersifat romantis. Sekar Alit dapat dibedakan atas beberapa bentuk, seperti berikut ini.
a. Pupuh Mijil                                                           f. Pupuh Ginada
b. Pupuh Pucung                                                       g. Pupuh Maskumambang
c. Pupuh Ginanti                                                       h. Pupuh Dandang
d. Pupuh Durma                                                        i. Pupuh Pangkur
e. Pupuh Semarandana
Contoh Sekar Alit dengan tembang Sinom (untuk di bali):
Pakukuh dasar agama
Panca srada kepuji
Sane lelima punika
Brahman sang kaping singgih
Atman yukti kaping kalih
Karma kaping telu mungguh
Samsara kaping empat
Moksa kaping lima sami
Bwat sesuduk
Bapa jani maritatas
Artinya:
Sebagaimana yang memperkuat pondasi beragama
Lima jenis keimanan/keyakinan yang selalu dihormati
Yang tidak lain adalah lima jenis tersebut
Brahman adalah yang pertama
Atman sebenarnya yang nomor dua
Karma phala/hasil perbuatan yang ketiga
Samsara/reinkarnasi yang keempat
Moksa yang kelima atau yang terakhir
Tentang aturan, urutan dan maknanya
Bapak sekarang menjelaskan sejelas-jelasnya 
Maknanya:
a. Menerangkan lima buah yang menjadi landasan keimanan/keyakinan umat hindu.
b. Brahman, yakin adanya Tuhan Yang Maha Esa.
c. Atman, yakin dengan adanya roh penyebab kehidupan yang bersumber dari 
    Brahman.
d. Karma, yakin dengan adanya hasil perbuatan baik maupun buruk (Subha Asubha 
     Karma).
e. Samsara, yakin dengan adanya reinkarnasi.
f.  Moksa, yakin dengan adanya kelepasan.

 Sekar Madya

Sekar Madya disebut juga tembang tengahan atau kidung (jumlah dan jenis-jenisnya sangat banyak), adalah lagu-lagu yang dipakai untuk mengiringi upacara agama, isi lagu sesuai dengan acara pelaksanaan upacara agama Hindu.
Contoh:
Ida ratu saking luhur
Kaula nunas lugrane
Mangda sampun titiang tandruh
Mangayat batara mangkin
Titiang ngarturang pejati
Banten suci mwang daksina
Sami sampun puput
Prating kahing saji
Artinya:
Ida ratu di atas sana
Hamba mohon perkenannya
Agar hamba tidak salah ucap
Memanggil memuja Bhatara sekarang
Hamba persembahkan pejati
Upacara suci dan daksina
Semuanya telah selesai
Tata laksana
Maknanya:
Memuja Tuhan dengan segala manifestasinya, tidak saja dengan permohonan, tapi hendaknya dengan hati yang bersih dan tulus ikhlas, penuh kehati-hatian, permohonan maaf serta upakara persembahan sebagai wujud bakti, sarana berupa banten merupakan ungkapan kesucian rohani sekaligus alat konsentrasi agar pikiran dapat terfokus pada kebesaran Tuhan.

Sekar Agung

Sekar Agung disebut juga kekawin atau wirama. Bangunnya diikat oleh Guru lagu. Guru berarti berat atau panjang dan lagu berarti pendek atau ringan. Bentuk atau jenis Sekar Agung sangat banyak. Bahasanya menggunakan bahasa jawa kuno atau bahasa pabencangah. Isinya mengandung nilai-nilai kerohanian dan mengandung filsafat kehidupan yang sangat tinggi.
Contoh:
Raga di musuh mapara, rihati ya tongwanya tan madoh ring awak
Yeka tan hana risira prawira wihikan sireng niti.
Aritnya:
Nafsu atau keinginan dan sejenisnya musuh-musuh yang dekat dalam hatilah tempatnya. Tidak jauh dari diri sendiri. Yang seperti itu tidak ada di diri beliau (Raja Dasarata), perwira/satria beliau dan sangat pintar dalam hal pemerintahan.
Maknanya:
Pemahaman tentang Sad Ripu. Sesungguhnya musuh itu sumbernya dari diri sendiri, orang bijak dan orang yang dapat menguasai diri tidak akan terpengaruh. Orang yang demikian akan memiliki sifat ksatria dan menguasai seluk-beluk pemerintahan.

 Sloka

Sloka adalah bagian ayat atau bait dari kitab suci yang dibaca dengan irama mantra. Isinya mengandung pujaan-pujaan atas kebesaran Tuhan beserta manifestasinya.
Contoh:
Ye yatha mam prapadnyante tamstathaiwa bhajami aham, Mama wartmanu manusyah partha sarwasah (Bhagawadgita, IV.11)
Artinya:
Jalan apapun orang memujaku, pada jalan itu aku memenuhi keinginannya, Wahai Partha, karena semua jalan yang ditempuh mereka, semuanya adalah jalanku.
Maknanya:
Dengan keanekaragaman budaya di tiap-tiap daerah yang dijiwai oleh Agama Hindu, menyebabkan pelaksanaan ajaran Agama Hindu nampak berbeda. Namun semua itu adalah jalan menuju Tuhan. Hal ini sesuai dengan konsep desa kala patra. Sloka ini juga bermakna menjaga toleransi/kerukunan antar umat beragama.

Palawakya

Palawakya adalah suatu bacaan terjemahan sloka dengan irama tertentu, dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dalam kitab Sarasamuscaya yang menggunakan bahasa Jawa Kuno sering dibaca menggunakan irama Palawakya.
Contoh:
Paramarthanya pengpenge ta pwa ka temwaniking si dadi wwang
Durlabhawiya ta, saksat handaningmara ring swarka ika
Sanimittaning ta tiba muwahta pwa damalakena (SS.6)
Artinya:
Tujuan terpenting pergunakanlah sebaik-baiknya kesempatan lahir menjadi manusia. Ini sungguh sulit untuk memperoleh laksana tangga menuju surga. Segala yang menyebabkan tidak akan jatuh lagi, itu hendaknya supaya dipegang.
Maknanya:
Dalam kesempatan yang sangat istimewa ini, hidup sebagai manusia, bagaikan sebuah tangga menuju surga, rasanya sangat sulit untuk diperoleh maka dari itu usahakan berbuat dan berpegang pada Dharma, segala hal yang menyebabkan terpeleset dan jatuh agar dipikirkan dan dihindarkan, jika sudah terlanjur jatuh, untuk kembali meraihnya sangat sulit.

 Dampak Sikap Mental yang Ditimbulkan oleh Dharmagita

Dharmagita dapat menimbulkan dampak yang sangat positif bagi pembentukan sikap mental, martabat, perilaku/budi pekerti bahkan dapat meningkatkan pengetahuan spiritual orang-orang yang senang terhadap jiwa dan perilaku. Mereka yang menyenangi Dharmagita dibandingkan mereka yang menyenangi lagu-lagu keras, akan nampak suasana yang jauh berbeda, masing-masing memancarkan getaran yang berbeda pula. Hal seperti itu akan memberikan pengaruh terhadap mereka yang mendengarkan dan merasakannya.

Pelaksanaan upacara agama akan lebih mantap dan lengkap apabila diikuti dengan Panca Gita, yaitu:
1. Kentongan: sebagai petanda masyarakat Hindu mulai berkumpul di tempat upacara.
2. Gong: musik tradisional untuk mengiringi upacara.
3. Kidung: Dharmagita yang dikumandangkan.
4. Doa atau puja mantra dari sulinggih
5. Genta: suara genta/bajra yang dibunyikan sulinggih untuk mengiringi doa pujaan. Gita dan tarian merupakan penjabaran perilaku Sulinggih/Sang Sadaka saat memimpin upacara keagamaan. Puja Sulinggih berkembang menjadi gita, suara bajra berkembang menjadi gamelan, dan tangan atau sikap Mudra menjadi tari-tarian.

dikutip dari : https://kesrasetda.bulelengkab.go.id/

SEJARAH UTSAWA DHARMA GITA

Om Swastyastu.

Berikut saya sampaikan mengenai Sejarah Utsawa Dharma Gita di Indonesia. Semoga bermanfaat bagi Umat Hindu dan Sahabat sedang mencari jalan terang Dharma.

A. LATAR BELAKANG

         Pembangunan Nasional pada hakekatnya  adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa Pembangunan Nasional tidak hanya meningkatkan kemajuan kehidupan  di bidang fisik, tetapi juga di bidang rohaniah keagamaan. Sehingga kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia menjadi lebih mantap serta memiliki lahir dan batin yang selaras, serasi dan seimbang.

         Nilai-nilai agama memperoleh tempat dalam Pembangunan Nasional sebagai dasar, pedoman moral dan etika. Meningkatnya kadar Sradha dan Bhakti masyarakat menyebabkan tata nilai kehidupan beragama yang mendukung pembangunan mulai tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, kesemarakan kehidupan beragama diupayakan agar senantiasa disertai dengan kedalaman pemahaman dan penghayatan ajaran agama.

         Kedalaman pemahaman masyarakat terhadap ajaran agamanya dapat lebih mengembangkan perannya sebagai motivator dan dinamisator kemajuan pembangunan. Untuk itu pembinaan kehidupan beragama perlu terus dilaksanakan, guna menumbuhkan landasan etik, moral dan spiritual yang kokoh bagi terbentuknya akhlak dan budi pekerti yang luhur.

         Menyongsong era globalisasi dewasa ini tantangan modernisasi disertai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menuntut umat beragama untuk melaksanakan reaktualisasi ajaran agamanya, karena dengan demikian agama akan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan peradaban dan kemanusiaan.

         Agama Hindu sebagai salah satu agama yang besar di dunia hendaknya dihayati dengan benar sehingga mampu menyumbangkan visi spiritual, paradigma, etik dan moral yang dapat mendungkung  perkembangan peradaban. Dalam kaitan tersebut, upaya untuk memberikan wahana terhadap pemahaman ajaran Weda bagi umat beragama Hindu  perlu diberikan porsi yang memadai, sebab mengamalkan ajaran agama Hindu adalah untuk belajar mengatasi ketidaktahuan dan penderitaan, serta untuk menemukan jalan yang benar guna meraih kebijaksanaan, kedamaian dan kebahagiaan lahir maupun batin.

         Teks yang bersumber dari ajaran suci Weda mengandung nilai-nilai spiritual, etika dan estetika yang sangat tinggi sehingga memberi tuntunan pemahaman agama Hindu mulai dari aspek Tattwa, Susila, maupun Acara/Upakara. Penyajian yang dijalin dalam bentuk nyanyian suci keagamaan dengan irama lagu yang melankolik sangat membantu menciptakan suasana hening, hikmat dan suci. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan keberadaannya dalam menyertai berbagai kegiatan yadnya.

         Bait-bait mantra suci Weda yang dirangkai dalam bentuk puisi menjadi Dharma Gita terasa lebih indah untuk dinikmati. Dharma Gita sebagai nyanyian suci keagamaan Hindu memiliki peran sangat penting dalam pembinaan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Hindu di seluruh Indonesia.

         Keberadaan Dharma Gita dikalangan umat Hindu nusantara memiliki keragaman dalam bahasa, irama lagu, maupun cara-cara melakukannya. Hal itu telah mengantarkan umat Hindu pada kekayaan budaya di bidang seni yang tak terbatas dalam memberi dukungan dan membangkitkan rasa keagamaan sesuai dengan budaya daerah masing-masing, maupun dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Hindu.

         Dharma Gita sebagai budaya luhur yang tersebar di seluruh wilayah nusantara patut dilestarikan, dibina dan dikembangkan lebih luas lagi, tidak hanya dikalangan generasi tua maupun tokoh-tokoh agama, melainkan juga kepada generasi muda, remaja dan anak-anak. Salah satu media pelestarian dan pengembangan Dharma Gita adalah melalui kegiatan Utsawa Dharma Gita seperti yang telah dilaksanakan selama ini.

         Utsawa Dharma Gita untuk tingkat nasional dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Kegiatan ini diharapkan menjadi ajang pembuktian kemampuan olah seni suara da retorika dari para utusan seluruh Indonesia.

         Selain itu, telah diupayakan langkah pembinaan melalui pembentukan  Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG), sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor: 488 Tahun 2000. LPDG ini dibentuk di tingkat pusat dan daerah dengan harapan secara organisasi LPDG mampu mengembangkan dan membina  Utsawa Dharma Gita terbaik di tingkat Nasional.

B. PENGERTIAN UTSAWA DHARMA GITA

         Berdasarkan kitab suci Weda, Utsawa Dharma Gita pada hakekatnya adalah Phalasruti, Phalasloka dan Phalawakya. Phalasruti mengandung makna pahala dari pembacaan kitab-kitab sruti atau wahyu yang pada umumnya disebut mantra yang berasal dari Hyang Widhi. Phalasloka adalah pahala dari pembacaan kitab-kitab susastra Hindu seperti kitab Itihasa, yakni Ramayana dan Mahabarata. Phalawakya adalah tradisi pembacaan karya sastra Jawa Kuna, berbentuk prosa atau parwa.

         Utsawa berarti festival atau lomba, sedangkan Dharma Gita adalah nyanyian suci keagamaan. Dengan demikian, Utsawa Dharma Gita adalah festival atau lomba nyanyian suci keagamaan Hindu.  Utsawa Dharma Gita sebagai kidung suci keagamaan Hindu telah lama berkembang di masyarakat melalui berbagai pesantian, baik yang ada di Bali maupun luar Bali. Sebelum menasional, Utsawa Dharma Gita dilaksanakan Pemda Bali dalam bentuk lomba kekawin dan kidung.

         Penggunaan Dharma Gita dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan sangat membantu menciptakan suasana hening, hikmat/kusuk yang dipancari getaran kesucian dengan jenis yadnya yang dilaksanakan.

C. TUJUAN UTSAWA DHARMA GITA

Ada pun tujuan dari penyelenggaraan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional ini adalah :

a. Tujuan Umum

  1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan kitab suci Weda;
  2. Meningkatkan sraddha dan bhakti sebagai landasan terbentuknya susila Hindu;
  3. Melestarikan dan mengembangkan Dharma Gita;
  4. Memantapkan kerukunan intern umat Hindu yang dinamis dan faktual;
  5. Menyamakan persepsi tentang Dharma Gita;
  6. Meningkatkan kajian terhadap kitab suci Weda.

b. Tujuan Khusus

  1. Meningkatkan keterampilan membaca kitab suci Weda/kidung-kidung keagamaan;
  2. Meningkatkan penguasaan materi ajaran agama Hindu;
  3. Memperluas wawasan tentang kidung keagamaan daerah;
  4. Merintis kader-kader pendharmawacana;
  5. Memilih peserta terbaik Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional;
  6. Menemukan solusi terbaik berbagai permasalahan tentang penyelenggaraan Utsawa Dharma Gita.

D. TEMPAT PELAKSANAAN UTSAWA DHARMA GITA TINGKAT NASIONAL

         Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional telah berlangsung sebelas (11) kali berturut-turut. Panitia pelaksana Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional ini dibentuk dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Agama RI. Adapun pelaksanaan Utsawa Dharma Gita tingkat nasional pertama sampai ke sebelas antara lain:

  1. Utsawa Dharma Gita pertama dilaksanakan di Denpasar-Bali, pada tahun 1978. Saat itu namanya Pembinaan Seni Sakral. Jenis kegiatannya antara lain : pembinaan nyanyian pengiring tari Sanghyang, jenis-jenis kidung dan kekawin dengan kekhasan daerah masing-masing, yang diikuti utusan se-provinsi Bali.
  2. Utsawa Dharma Gita II berlangsung di Denpasar pada tahun 1979. Jenis kegiatannya antara lain : parade seni, pameran foto, kekawin, kidung macepat dan phalawakya, yang diikuti oleh utusan kabupaten se-provinsi Bali.
  3. Utsawa Dharma Gita III juga berlangsung di Denpasar pada tahun 1980. Jenis kegiatan Utsawa yang dilaksanakan : parade seni, pameran foto, kekawin, kidung, dan phalawakya, yang diikuti utusan kabupaten se-provinsi Bali dan Lombok.
  4. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IV, berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pada tahun 1991. Jenis kegiatannya : parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalawakya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan dan pameran. Juara umum diraih kontingen provinsi Bali.
  5. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional V, dilaksanakan di  Solo, Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1993. Jenis kegiatan : parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalawakya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Jawa Tengah.
  6. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VI dilaksanakan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tahun 1996. Jenis kegiatan : parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalawakya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Bali.
  7. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VII, dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada tahun 2000. Jenis kegiatan : parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalawakya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Bali.
  8. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VIII, dilaksanakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada tahun 2002. Jenis kegiatan : parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalawakya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan dan pameran. Juara umum kembali diraih Provinsi Bali.
  9. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX, dilaksanakan di Bandar Lampung pada tanggal 13 s/d 19 Juli 2005. Tema UDG Tingkat Nasional IX Tahun 2005 adalah : “Melalui Utsawa Dharma Gita Nasional IX Kita Tingkatkan Kesadaran Humanisme Hindu dalam Rangka Persatuan dan Perdamaian”. Jenis kegiatan : parade seni, utsawa pembacaan Sloka pasangan Remaja putra-putri, utsawa pembacaan Phalawakya pasangan remaja dan dewasa putra-putri, Dharma Widya tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Dharma Wacana tingkat remaja dan dewasa,  utsawa kidung/lagu-lagu keagamaan daerah, sarasehan dan pameran. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX diikuti peserta dari 29 provinsi dan utusan negara sahabat seperti India. Juara umum diraih oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat.
  10. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional X, dilaksanakan di Arena Taman Persatuan Sulawesi Tenggara, di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada tanggal 4 s/d 7 Agustus 2008. Tema yang diusung dalam Utsawa Dharma Gita kali ini adalah: “Melalui Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional X Kita Tingkatkan  Kesadaran Multikulturalisme Guna Mewujudkan Kebersamaan, Pengabdian dan Integritas Bangsa”. UDG Nasional X Tahun 2008 diikuti oleh peserta sebanyak 1.321 orang yang berasal dari 32 provinsi. Jenis kegiatan: Pawai atau Gita Pradaksina, Utsawa atau lomba (lomba pembacaan Phalawakya, lomba pembacaan Sloka, Dharma Widya (Cerdas Cermat), lomba Dharma Wacana, lomba Menghafal Sloka, dan lomba Kidung Daerah), pameran, lomba daerah (stand pameran terindah, lomba penjor, lomba ogoh-ogoh dan lomba baleganjur), Sarasehan dan Pesamuhan Agung Parisada. Juara umum diraih oleh provinsi Bali.
  11. Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional XI, dilaksanakan di Art Centre Denpasar Bali pada tanggal 10 s/d 14 Juni 2011. UDG kali ini dilaksanakan bertepatan dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIII. Tema Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional XI tahun 2011 adalah : “Melalui Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional XI Kita Mantapkan Pemahaman, Penghayatan dan Pengamalan Ajaran Suci Weda serta Memperluas Wawasan Keagamaan Umat Hindu Indonesia”. Utsawa Dharrma Gita Tingkat Nasional XI dibuka oleh Bapak Presiden RI. Jenis kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: Pawai Budaya Hindu, Utsawa atau lomba (Utsawa pembacaan Phalawakya, Utsawa pembacaan Mantra/Sloka, Utsawa Dharma Wacana, Utsawa Dharma Widya (cerdas cermat), Utsawa Menghafal Mantra/Sloka terbanyak, dan Utsawa Kidung Keagamaan Daerah), Pameran Budaya dan Keagamaan Hindu, Pentas Seni Bernafaskan Hindu, Sarasehan dan Tirtha Yatra. UDG Nasional XI kali ini diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi) dengan jumlah peserta 1.320 orang. Juara umum diraih oleh provinsi Bali.


Demikian saya sampaikan Sejarah Utsawa Dharma Gita (UDG) Tingkat Nasional yang selama ini telah berjalan selama 11 (sebelas) kali. Sedikit informasi, untuk pelaksanaan UDG Tingkat Nasional XII Tahun 2014 nanti direncanakan di Palangkaraya, kalau tidak ada perubahan. Apabila ada perubahan, kemungkinan lokasi kedua adalah di Palembang, Sumatera Selatan. Hal ini sesuai dengan hasil keputusan Sarasehan UDG XI di Bali tahun 2011 lalu.

Om Santi, Santi, Santi, Om.

Sambutan LPDG Toili Barat

 

Blog ini adalah media publikasi kegiatan-kegiatan LPDG Kec. Toili Barat, Kab. Banggai, Prov. Sulawesi Tengah. Kami bertekad untuk mempublikasi kegiatan LPDG dengan maksud agar seluruh umat hindu dapat mengakses dan mengetahui dengan mudah prestasi-prestasi dharma gita yang patut dibanggakan oleh semua umat Hindu, khususnya di wilayah kecamatan Toili Barat.

LPDG adalah lembaga pengembangan Dharma Gita yang berpegang pada ajaran Dharma Agama Hindu. Dharma Gita merupakan salah satu wujud pengamalan ajaran agama untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

LPDG Toili Barat telah banyak meraih prestasi di bidang Dharma Gita baik tingkat Kabupaten maupun Nasional. Kecamatan Toili Barat adalah salah satu kecamatan dengan jumlah peserta terbanyak di setiap tingkat perlombaan.

Komitmen kami untuk terus memajukan dan meng-ajegkan ajaran Agama Hindu. Marilah bersama-sama memajukan umat hindu untuk kualitas ajarana Agama yang lebih baik.